Rabu, 02 Oktober 2013

Suatu Pemikiran pada Suatu Pemahaman



          Berangkat dari semangat dakwah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam, dalam menyebarkan agama Islam, menyebarkan keindahan Islam, menyebarkan kebenaran. Begitu pula para sahabat, tabi’in, tabi’ut tabiin, dan seterusnya kemudian para ulama, para da’i dan bahkan guru-guru dan sahabat-sahabat yang saya miliki sekarang. Tentu ilmu saya jelas sangatlah minim, sangat-sangat minim. Tak jarang saya juga berbuat salah, namun diingatkan kembali pada hadits “Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari) yang tak pernah menghentikan semangat saya dalam menyampaikan kebenaran, selain itu juga sebagai penyemangat saya pribadi untuk mengamalkan apa yang saya dapatkan, namun kemudian tetap berusaha untuk belajar kembali dari kesalahan-kesalahan saya, dari kekurangan-kekurangan saya dan juga belajar dari pengalaman-pengalaman orang lain. Sering pula saya salah dalam tata cara penyampaian, hal itu tak lain karena minimnya ilmu yang saya miliki, atau karena keteledoran saya pribadi, atau faktor-faktor lainnya.
          Mengingat kembali kepada para inspirator saya, tak jarang orang membenci bahkan mencaci maki mereka. Ingatlah perjuangan Rasulullah dalam menyebarkan dienul Islam; dicaci maki, dihina, disakiti, bahkan hendak dibunuh oleh para penentang beliau. Banyak pejuang-pejuang dienul Islam yang juga mengalami cobaan yang serupa, mereka dihina, dipenjara, dikubur hidup-hidup, dibunuh secara berlahan agar merasakan betapa sakitnya penyiksaan menuju kematian. Apa yang kita alami tentu masih belum seberapa dibandingkan dengan ujian orang-orang shalih, sedangkan amal dan perjuangan kita masih sangat sedikit.
"Apakah manusia mengira bahawa mereka akan dibiarkan mengatakan: Kami telah beriman, sedang mereka belum diuji?" (QS Al-Ankabut:2-3)
         
         Siapa yang tidak kenal Bilal bin Rabah? Dan siapalah yang tidak menitikkan air mata mendengar atau membaca kisah beliau r.a.  Siksaan bertubi-tubi yang dilancarkan kaum kafirin Quraisy terhadap seluruh muslimin yang lemah saat itu begitu berat, termasuk yang dialami Bilal, perjuangan mempertahankan aqidah yang sungguh luar biasa, yang seharusnya dimiliki oleh setiap pribadi muslim.  Ya, tentang Aqidah, salah satu problematika yang kini sedang melanda generasi umat muslim. Banyaknya paham-paham di luar Islam yang mulai menggerogoti keyakinan dalam tubuh umat Islam. Bahkan tak jarang jargon-jargon dari paham-paham tersebut diseru-serukan dan dibangga-banggakan oleh umat Islam itu sendiri.
Sungguh, saya sedang tidak membatas-batasi cara pandang manusia, mungkin orang lain beranggapan bahwa cara pandang saya ini sangatlah sempit. Namun saya hanya berusaha memandang dalam kaca mata Islam secara kaffah. Karena bagi saya, hanya Islamlah satu-satu agama yang haq, satu-satunya pedoman yang benar dalam kita menjalani kehidupan di seluruh sendinya.
          
          Disini dalam memahami konteks ‘benar’ tentu sangatlah luas, bahkan bisa jadi akan munimbulkan pertanyaan ‘Benar menurut siapa?’ dan tentu saja benar menurut Allah! Lalu bagaimana kita tahu bahwa hal ini atau hal itu adalah benar menurut Allah? Disini saya berusaha keras untuk sangat hati-hati dalam menyampaikannya. Dari pertanyaan tersebutlah yang seharusnya membuat setiap muslim berusaha mempelajari syari’at Islam agar memahami apa-apa yang sebenarnya Allah kehendaki, apa-apa yang Allah ridhoi dan tidak Allah ridhoi, dan telah diterangkan melalui syari’at Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Rasulullah shalallahu’alaihiwassalam  dan sudah menjadi kewajiban setiap muslim untuk mempelajari ilmu agama ini, terlebih ilmu aqidah sebagai pondasi utama seorang muslim.  

          Kali ini saya menekankan dan memfokuskan untuk berhati-hatilah pada paham pluralisme yang menganggap bahwa semua agama itu sama, atau semua agama itu benar atau baik. Namun katakanlah semua agama itu baik menurut keyakinannya masing-masing, dan keyakinan masing-masing manusia tentu belum pasti benar dan sesuai menurut pandangan Allah. Karena hanya Islamlah agama yang diridhoi oleh Allah dan inilah(Islam) agama yang haq(benar).
(إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ (ءال عمران
 “Sesungguhnya agama yang diridlai oleh Allah hanya agama Islam”, QS. Ali ‘Imran: 19.
        
         Lantas, jika agama yang diridhai Allah hanya agama Islam, bagaimana dengan penganut agama-agama lainnya? Bagaimana amalan-amalan kebaikan yang pernah dilakukannya? Bagaimana kedermawanan mereka dicatat?
 “Siapa yang melakukan amal shalih, baik laki-laki atau perempuan sedang dia itu mukmin, maka Kami akan berikan kepadanya penghidupan yang baik serta Kami akan memberikan kepadanya balasan dengan balasan yang lebih baik dari apa yang telah mereka amalkan” (QS. An Nahl [16]: 97).

 “Siapa yang melakukan amal shalih, baik laki-laki atau perempuan sedangkan dia mukmin, maka mereka masuk surga seraya mereka diberi rizqi di dalamnya tanpa perhitungan” (QS. Ghafir/Al Mukmin [40]: 40)

 “Dan siapa yang melakukan amal shalih, sedang dia itu mukmin, maka tidak ada pengingkaran terhadap amalannya dan sesungguhnya Kami tuliskan bagi dia apa yang dia lakukan” (QS. Al Anbiya [21]: 94)

Semua ayat mengisyaratkan bahwa iman adalah syarat untuk diterimanya amal shalih.

 “Orang-orang yang kafir kepada Tuhannya, amalan-amalan mereka (orang-orang musyrik/ kafir) adalah bagaikan debu yang diterpa oleh angin kencang di hari yang penuh badai” (QS. Ibrahim [14]: 18)

“Dan orang-orang kafir amalan mereka itu bagaikan fatamorgana di tanah lapang, yang dikira air oleh orang yang dahaga, sehingga tatkala dia mendatanginya ternyata dia tidak mendapatkan apa-apa, justeru dia mendapatkan (ketetapan) Allah disana kemudian Dia menyempurnakan penghisaban-Nya” (QS. An Nur [24]: 39)

Masih banyak lagi ayat-ayat lainnya yang menjelaskan tentang amalan yang sia-sia bagi mereka yang menyekutukan Allah. Ini (tauhid) adalah syarat paling mendasar yang jarang diperhatikan oleh banyak orang. Inilah sebagian jawaban bagi mereka yang masih membangga-banggakan jargon-jargon liberalisme atau pluralisme.

Tulisan ini semata-mata saya tulis karena Allah, dan untuk menggugurkan kewajiban saya dalam menyampaikan kebenaran, dan hanya Allah sajalah yang mampu membukakan maupun menutup pintu hidayah kepada manusia. Sungguh tak ada maksud lain selain dari hal tersebut, senantiasa mengharap rahmat Allah agar membukakan pintu hidayah kepada kita semua dan agar diberikan akhir yang khusnul khatimah. Aamiin ya Rabbal ‘Alamin
Wallahu a’lam bish-shawab