Senin, 21 Januari 2013

Ibu dan Institut Teknologi Bandung


Bismillahirrahmanirrahim.
Alhamdulillah, atas rahmat Allah saya bisa berada di tempat ini, bertemu dengan sahabat-sahabat yang insya Allah senantiasa mengingatkan saya untuk terus menuju jalan kebaikan. Jalan yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya bisa berada disini, penggapaian cita-cita yang masih harus diperjuangkan. Masih saya ingat betul tahun 2010 lalu-tahun kelulusan saya dari SMA 1 Kendal- tidak terbetik di dalam pikiran saya untuk melanjutkan studi di kampus ini, Institut Teknologi Bandung. Berapa banyak orang waktu itu yang benar-benar ingin bisa kuliah di kampus ini? Tak perlu saya pikirkan, toh untuk berpikir kampus ini adalah kampus yang saya cita-citakan kala itu pun tidak. Saya hanya ingin bisa kuliah di UGM, begitulah cita-cita saya waktu itu. Promosi UGM di SMA 1 Kendal pun gencar-gencaran, tak sedikit teman-teman saya yang mendaftarkan diri untuk kesana, tapi untuk Institut Teknologi Bandung, tak ada promosi di SMA ini saya pikir. Memang tak perlu ada promosi karena kampus ITB ini tentulah sudah sangat terkenal di Indonesia, tapi tetap saja tak terlintas di pikiran saya untuk tertarik pada kampus ini meskipun saya sangat suka mata pelajaran komputer waktu SMA atau mungkin saya sudah tidak tertarik karena Bandung itu jauh dan yang pasti tidak mudah untuk bisa menembus tahapan seleksi.
Kala itu ada teman-teman yang sudah lega memperoleh perguruan tinggi, ada juga yang sibuk ikut tes kesana sini, ada juga yang masih sibuk mendaftar ini itu dengan biaya pendaftaran yang tak murah tentunya, dan saya hanya tertarik untuk mendaftar UGM dengan pilihan minat Kedokteran Gigi, kemudian Teknologi Informasi, dan pemilihan uang gedung saya ambil minimal 5.000.000. Formulir online saya kirim dan tes UM (Ujian Masuk) pun diselenggarakan.
Guru BK saya sangat aktif mempromosikan berbagai perguruan tinggi ke siswa-siswanya, selain UGM, saya hanya berminat pada perguruan tinggi yang bebas uang pendaftaran, karena saya tidak ingin membebankan orang tua tentu saja dengan uang pendaftaran yang tak murah. UDINUS (Universitas Dian Nuswantoro Semarang) dan UMY (Universitas Muhammadiyah Yogyakarta), pendaftaran gratis dan tanpa tes, tidak ada salahnya untuk dicoba.
Selang beberapa minggu, pengumuman dari UDINUS secara online. Entahlah, saya tidak terlalu tertarik untuk melihatnya waktu itu, karena masih berharap banyak untuk bisa diterima di UGM. Teman-teman di SMA lumayan banyak juga yang mendaftar di UDINUS, dan mereka memberitahu saya kalau saya termasuk yang diterima di universitas ini. Alhamdulillah. Selang beberapa hari pengumuman dari UGM, dan gagal, saya belum diterima. Tidak karuan rasanya. Selang beberapa hari kemudian pengumuman dari UMY, alhamdulillah diterima di Komunikasi.
Baiklah, ada dua pertimbangan sekarang. UDINUS dengan jurusan Teknik Informatika dan UMY dengan jurusan Komunikasi. Tentu pertimbangan ini tak lepas dari pertimbangan orang tua juga. Waktu itu ibu bilang kalau jurusan saya di SMA kan IPA, sayang kalau masuk Komunikasi yang lebih ke IPS. Dengan mantap saya putuskan untuk memilih UDINUS. Banyak pihak yang ketika menanyakan ke saya “Lanjut sekolah dimana?” kemudian raut wajah mereka nampak kecewa dengan jawaban saya. Apa yang salah? Kampus ini bagus kok Teknik Informatikanya, memang tidak sepopuler UNDIP atau UGM secara global, tapi untuk Teknik Informatika tidak kalah saing lah dengan kampus-kampus itu. Bahkan banyak juga yang menyarankan saya untuk daftar SNMPTN, tapi tidak saya lakukan dengan alasan pendaftarannya bayar.
Rasanya tidak menyenangkan sekali atas tanggapan mereka, untungnya mereka mengucapkan itu dihadapanku saja, kupendam sendiri, tidak masalah. Hanya saja salah seorang saudara sepupu yang waktu itu berkunjung ke rumah juga menanyakan hal itu padaku, saat kujawab, tanggapan yang tidak menyenangkan lagi yang ia lontarkan dan itu di hadapan ibu. Sedih sekali rasanya. “Kenapa gak masuk UNDIP atau UNNES aja dek?” “Gak tertarik mbak. UDINUS juga bagus kok mbak IT-nya, ada Twinning Program ke ITB juga, ada transfer ke ITS sama UI juga.”, jawabku. “Halah itu sih cuma promosi aja, jangan gampang percaya, semua universitas juga gitu.” Aku hanya diam mendengarnya, ibuku yang juga ada di forum kami hanya diam mendengarkan. Sakit sekali rasanya untuk mendengarkan itu di depan ibu, namun tanpa saya sadari tekad itu pun muncul dalam diri saya, hanya saja tidak terlalu saya ambisikan yang terpenting belajar keras untuk mendapatkan IP Cumlaud agar bisa masuk tahap pendaftaran ke ITB yang syaratnya adalah IP Cumlaud hingga semester 4 nanti. Saya coba Tanya ke kakak kelas tentang program ini, dan jawabannya “nggak usah terlalu berharap yang muluk-muluk, hanya satu dari sekian ribu mahasiswa yang bisa lolos ke ITB.”
Perjuangan, itulah kata yang selalu ada di benakku setiap hari, meski terkadang lelah sekali rasanya, tapi sungguh sangat kunikmati di setiap jengkalnya. Bersyukur pada jalan yang kutempuh. Banyak sekali orang-orang baik yang kutemui, yang banyak menginspirasi dan membantuku. UDINUS, mungkin bukan kampus yang di idam-idamkan banyak orang, tapi disinilah awal perjuanganku, awal bangkitnya semangatku, aku masih bisa aktif di Remaja Masjid Agung Kendal, dan berbagai organisasi lainnya, dan untuk kuliahku, aku bisa membanggakan kedua orang tuaku dengan nilai-nilaiku, sempat kukatakan pada ibu dan bapak bahwa aku ingin sekali bisa kuliah di luar negeri. Dan kesempatan itu pun hadir, meski tak jauh, hanya di Malaysia, alhamdulillah aku lolos seleksi untuk bisa studi selama satu semester di UTeM (Universiti Teknikal Malaysia Melaka) tahun 2011 lalu, bersama 3 kawan lainnya. Dosen-dosen waktu itu bilang kalau sudah masuk ke UTeM ini, peluang untuk bisa ke ITB kecil. Pikirku kalimat ‘Peluang ke ITB kecil’ berarti masih ada peluang. Kujalani saja apa yang ada di hadapanku, banyak pengalaman menarik semasa di Melaka, bagiku inilah kota ketigaku setelah Kendal dan Semarang, kota yang cantik dan hijau, dan salah satu kota yang harus dikunjungi para turis jika ke Malaysia. Setelah 6 bulan, aku kembali ke UDINUS, bertemu kembali dengan orang-orang dan sahabat-sahabat tercinta, yang sangat aku rindukan.
Dibuka pendaftaran Twinning Program ke ITB. Kesempatan ini tentu tidak aku sia-siakan, bersama belasan kawan lainnya kami mendaftar melalui Kaprodi kami, kemudian mengikuti seleksi Psikotes di Semarang. Pengumuman, alhamdulillah tembus. Selanjutnya mengikuti tes mata kuliah dan wawancara di kampus ITB. Biaya tes Rp.700.000, tidak murah bagiku dan ini adalah uang orang tuaku, tidak ingin aku sia-siakan uang ini. Tes mata kuliah diambil dari mata kuliah semester 3 dan 4. Materi semester 3 tentu belum kudapatkan karena waktu itu aku ikut program student exchange ke Malaysia yang mata kuliahnya tidak sama dengan yang ada di UDINUS untuk semester 3. Belajar keras. Yang penting ikhtiar dulu, bukankah doa dan ikhtiar ini sudah dilakukan sejak awal masuk ke UDINUS dulu? Tidak boleh sia-sia.
Akhirnya, pertama kali kuinjakkan kaki di tanah Bandung untuk menjalani seleksi bersama mahasiswa-mahasiswa baik dari UDINUS maupun dari universitas lain. Aku memang sangat jarang bepergian, alhamdulillah kali ini gratis ongkos, penginapan dan makan. Sebelum tes tak lupa ku sms ibu, berharap doa restu dari beliau. Aku selalu menangis jika mengingat ibu. Aku ingin membuat beliau bangga. Setelah ini tawakal apapun hasilnya.
17 Juli 2012, saat itu aku sedang di Salatiga bersama teman-teman HMTI (Himpunan Mahasiswa Teknik Informatika) UDINUS. Pelantikan anggota dan pengurus baru. Sebagai pengurus lama aku pun juga turut mematuhi peraturan yang ada, tidak diperkenankan memegang handphone. Bosan juga berlama-lama dengan materi, aku beralih ke penginapan panitia, teringat handphone ada di tas, 16 misscall dari ibu, 2 misscall dari bu Ayu- kaprodi Teknik Informatika-, 1 sms dari ibu dan 1 sms dari bu Ayu. Tentu saja itu mengejutkanku, sms berisi kalau aku diterima di ITB. Terbayangkah seperti apa rasanya? Senang, tidak karuan. Ya Allah.. Alhamdulillah. Perjuanganku tak sia-sia. Aku harus segera kembali ke Semarang untuk mengurus pendaftaran ulangku ke ITB tanggal 20 Juli, kebetulan ada dosen UDINUS yang waktu itu mengisi materi di acara pelantikan dan akan segera kembali ke Semarang, kesempatanku untuk menumpang. Di tengah perjalanan ibu kembali menelfon mengabarkan kabar gembira ini, jadi teringat sms dari ibu lupa belum ku balas saking senangnya tadi. Alhamdulillah.. Ibu, tanpamu aku bukan siapa-siapa, terima kasih banyak ibu, engkaulah semangatku.. Riris cinta ibu karena Allah.

1 komentar: