Minggu, 12 Mei 2013

ABDULLAH BIN AMR BIN ASH

Bismillahirrahmanirrahim.
Sejak ia masuk Islam dan bersumpah setia kepada Rasulullah, bersamaan dengan hatinya yang mulai bercahaya bagai pagi hari oleh cahaya Allah dan cahaya ketaatannya, sejak saat itu ia fokus pada Al-Qur'an yang turun secara bertahap. Setiap ayat yang turun langsung dihafalnya. Sehingga setelah al-Qur'an turun dengan sempurna ia telah hafal semuanya.

Apabila pasukan Islam berangkat ke medan laga untuk menghadapi orang-orang kafir yang memerangi Islam, kita akan menjumpainya berada di barisan terdepan, berharap mendapatkan kesyahidan. Ia benar-benar ingin mati sebagai syahid.
Jika peperangan telah usai, dimana kita akan menemuinya?
Di masjid atau mushala rumahnya. Siang hari berpuasa dan malam hari dipergunakan untuk qiyamullail. Untuk mengetahui betapa tingginya tingkat ibadah Abdullah, kita bisa melihat sikap Rasulullah yang terpaksa ikut campur dalam urusan ini agar Abdullah tidak berlebihan dalam beribadah. Rasulullah juga berpesan kepada agar mematuhi ayahnya (Amr bin Ash).

Waktu terus berjalan. Mu'awiyah menolak kekhalifahan Ali. Ali tidak akan membiarkan pembangkangan dilakukan tidak pada tempatnya. Perang pun berkecamuk dengan sengitnya. Ketika Amr hendak berangkat ke Shiffin untuk berperang, ia memanggil Abdullah anaknya, "Bersiaplah untuk berangkat. Kamu akan ikut berperang di pihak kami (Mu'awiyah)"
"Itu tidak mungkin! Rasulullah telah berpesan kepadaku agar tidak membunuh sesama muslim."
Amr terus berusaha meyakinkan putranya, "Masih ingatkah kamu akan pesan Rasulullah.. . Rasul perpesan 'Taatilah ayahmu'. ."
Abdullah berangkat demi ketaatannya kepada sang ayah. Ia bertekad untuk tidak menghunus senjata.

Beberapa saat setelah pertempuran dimulai, terjadilah peristiwa yang menjadikan Abdullah bin Amr mengambil sikap tegas dan menentang pertempuran itu.
Ceritanya, 'Ammar bin Yasir berada di pihak Ali. Rasulullah telah mengabarkan tentang kematian 'Ammar bahwa ia akan dibunuh oleh kelompok pembangkang. Beberapa dari kelompok Mu'awiyah bersepakat untuk membunuhnya, mereka membidikkan anak panah mereka dan berhasil menghantarkan 'Ammar ke dunia para syuhada. Berita terbunuhnya 'Ammar tersebar dengan sangat cepat.

Abdullah berkeliling di antara pasukan Mu'awiyah dan menyatakan bahwa mereka adalah para pembangkang karena telah membunuh 'Ammar.

Mu'awiyah merasakan bahwa desas desus itu akan mengacu pembangkangan terhadapan dirinya, sehingga ia memikirkan suatu muslihat. Ia menyatakan bahwa yang membunuh 'Ammar bin Yasir tidak lain adalah orang yang mengajaknya untuk ikut berperang. Penjelasan Mu'awiyah langsung diterima oleh pengikutnya tanpa logika, maka pertempuran pun kembali dimulai.

Sedangkan Abdullah bin Amr kembali ke masjid dan ibadahnya. Akan tetapi keterlibatannya dalam perang Shiffin selalu membuatnya gundah.

Ketika usianya mencapai 72 tahun. Saat ia sedang berada di mushala rumahnya, beribadah, berdzikir, memuji Tuhannya, ia dipanggil untuk melakukan perjalanan abadi. "Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dalam keadaan ridha dan diridhai. Masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku. Masuklah ke dalam surga-Ku"

'AMMAR BIN YASIR

Bismillahirrahmanirrahim..
Seandainya ada orang-orang yang dilahirkan di surga, tumbuh dan menjadi dewasa di taman surga, kemudian dibawa ke dunia untuk menjadi hiasan dan cahaya penerang, maka 'Ammar, ibunya (Sumayyah) dan ayahnya (Yasir) termasuk di antara mereka.
Mengapa kita katakan "seandainya", seolah-olah pengandaian belaka, padahal keluarga Yasir benar-benar penduduk surga.
Ketika Rasulullah bersabda, "Sabarlah, wahai keluarga Yasir. Tempat yang dijanjikan bagi kalian adalah surga.", beliau tidak hanya sedang menghibur mereka, tetapi mempertegas apa yang beliau ketahui.
Keteguhan Sumayyah dalam menghadapi berbagai siksaan menjadikanya "ibu" bagi seluruh kaum muslimin sepanjang masa. Ialah syuhada pertama.

Setelah kaum muslimin menetap di Madinah. Rasulullah dan para sahabat bergotong royong membangun masjid Nabawi. Rasulullah, yang hatinya penuh rahmat melihat kiprah 'Ammar. Beliau mendekatinya. Setelah beberapa saat menatap wajahnya, beliau bereru dihadapan para sahabat, "Inilah putra Sumayyah. Dia akan tewas di tangan pemberontak."

Pemberontakan dan pertikaian pun terjadi pada masa khalifah Ali, dan berita tewasnya 'Ammar segera tersebar. Orang-orang pun tahu siapa yang menjadi kelompok pemberontak saat itu, tidak lain adalah kelompok Mu'awiyah.

Beberapa saat yang lalu, 'Ammar berdendang gembira di hadapan mereka di tengah medan perang,
"Hari ini aku akan berjumpa dengan para kekasih tercinta, dengan Muhammad dan sahabatnya."

Surga telah merindukan 'Ammar. Kerinduan itu telah membuncah sejak lama, menunggu sampai 'Ammar menyelesaikan tugas dan tanggungjawabnya.

Kini, tugas itu telah terlaksana dengan baik, sekarang ia memenuhi panggilan kerinduan yang datang dari taman surga. Ia letakkan tombaknya, lalu pergi memenuhi panggilan itu.

Saat tangan-tangan para sahabat menimbun pasir ke pusara 'Ammar, ruhnya telah menggapai masa depannya. Disana, di taman surga yang telah lama merindukan kehadiran 'Ammar.

Sosok Ayah

Bismillahirrahmanirrahim.
Telfon berdering saat aku sedang berada di kampus. Kulihat pada layar handphone bertuliskan Abah is calling. Aku mengangkat telfon dari beliau. Tak kuasa aku menahan air mata, berkaca pada pelupuk dan menetes membasahi pipi dan kerudungku. Aku merindukannya, namun ada hal lain yang membuatku menangis tersedu saat itu.

Memperhatikan taman-taman di kampus sembari mendengar suara beliau begitu menentramkan. Beberapa waktu yang lalu aku meminta izin kepada beliau jika liburan aku ingin menimba ilmu di Kediri di sebuah pondok Al-Qur'an dan kampung bahasa disana. Terdengar suara Ayah yang begitu berat untuk menjawabnya, "Iya ga papa. Tapi kalau di Kaliwungu saja gimana mbak?", tanya beliau. Ayah selalu memanggilku mbak, karena aku mempunyai seorang adik.
"di Kaliwungu ndak ada kampung bahasanya,Pah. Biar ndak mbosen, dikasih selingan antara belajar bahasa sama belajar Al-Qur'an.", jawabku. Ayah tak menanggapi lagi.

Kini tiba-tiba Ayah kembali membincangkan tentang hal itu, ternyata beliau mencarikan pondok Al-Qur'an + bahasa yang masih dekat dengan rumah. "Mbak, kalau pondok Al-Qur'annya di Sukorejo bagaimana? disana ada pembelajaran bahasa juga."
Kini aku mengerti, betapa lembut kata-kata Ayah. Beliau bukan tak mengijinkanku, tapi ingin aku tidak jauh-jauh lagi dari beliau di liburan ini. Sekarang aku menurut. Ayah betapa lembut kata-kata Ayah, bahkan Ayah tidak pernah bilang 'Tidak boleh' kepadaku.

Tiba-tiba aku mengangis dengan semakin terisak. "Kenapa mbak?" tanya Ayah. Suaraku tercekat, hanya isak tangis yang keluar. Aku ceritakan masalahku dua hari ini. Ayah mendengarkan dengan seksama hingga aku selesai.
"Ngga apa-apa mbak. Apa yang sudah Allah kasih ke kita sudah sangat banyak. Masalah ini tidak perlu dijadikan beban. Ini hanya masalah kecil, untuk pembelajaran saja ya. Namun jangan jadikan hal ini menjadi penghambat bagimu untuk selalu berbuat baik pada orang lain. Banyak-banyak beristighfar ya.."

Aku teringat pesan Ayah 3 tahun lalu, di meja makan kami. Kala itu sedang ramai berita tentang jebolnya sebuah tanggul di daerah Jakarta sehingga terjadi banjir besar disana. "Apakah kita pantas menyebutnya sebagai musibah atau bencana dari-Nya, padahal diri ini milik-Nya. Layaknya seorang pelukis, ia berhak melakukan apapun terhadap lukisannya. Mau membuangnya, atau memajangnya, terserah pada si pelukis itu. Diri ini milik-Nya, dan akan kembali kepada-Nya."

Ayah.. Aku ingin kelak mempunyai imam yang begitu pengertian seperti Ayah..

THALHAH BIN UBAIDILLAH & ZUBAIR BIN AWWAM

Bismillahirrahmanirrahim. 
Sewaktu Rasulullah mempersaudarakan sahabatnya di Mekah sebelum hijrah, beliau mempersaudarakan Thalhah bin Ubaidillah dengan Zubair bin Awwam.
Sudah sejak lama Nabi Muhammad bersabda tentang keduanya secara bersamaaan, seperti sabda beliau, "Thalhah dan Zubair adalah tetanggaku di surga."

Keduanya masih kerabat Rasulullah. Thalhah masih keturunan kakek buyut Rasulullah yang bernama Murrah bin Ka'ab, sedangkan Zubair masih keturunan kakek buyut Rasulullah yang bernama Qusai bin Kilab. Ibu Zubair (Shafiyah) juga bibi Rasulullah.

Thalhah dan Zubair mempuyai banyak kesamaan dalam menjalani roda kehidupan. Masa remaja, keteguhan dalam beragama, kedermawanan, dan keberanian mereka hampir sama. Keduanya termasuk orang-orang yang masuk Islam di awal. Dan termasuk 10 orang yang dikabarkan Rasulullah masuk surga. Termasuk enam orang yang diamanahi khalifah Umar untuk memilih khalifah pengganti. Bahkan, ketika kematian keduanya sama persis.

Saat setelah pemakaman Thalhah dan Zubair, Khalifah Ali berdiri melepas keduanya dengan kata-kata indah,
"Sesungguhnya aku benar-benar berharap masuk bersama Thalhah, Zubair, dan Utsman, dalam golongan yang difirmankan Allah,
'Dan Kami lenyapkan segala rasa dendam yang berada dalam hati mereka, sedang mereka merasa bersaudara duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan'(Al Hijr:47)"

Salam sejahtera untukmu wahai Thalhah dan Zubair..
Beribu salam sejahtera untukmu wahai pembela Rasulullah..