Jumat, 10 Januari 2014

Menghindari Syirik dalam Berhukum dan Demokrasi

Fenomena kemusyrikan dan kekufuran yang sekarang meluas dan dekat sekali dengan umat dan bangsa ini adalah syirik dalam bidang hukum. Untuk keluar dari itu  Al Qur’an Surah Al A’raf:54 menjelaskan mekanisme agar kita tidak terperangkap dalam kesyirikan itu, dengan kaidah yang sangat sederhana.

أَلَا لَهُ الْخَلْقُ وَالْأَمْرُ ۗ تَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ
Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam. (Al A’raf : 54)

Milik Allahlah penciptaan, maka milik Allah pula putusan dan aturannya. Kaidahnya begini. Kalau Anda yang mencipta, Anda boleh membuat suatu aturan. Misalnya Anda membuat sebuah buku, Anda boleh merombaknya, karena Anda yang mencipta dan Anda boleh membuat aturan disitu. Tapi sekarang adalah, manusia, siapa yang menciptakan? Allah.

Al ‘Alamiin, jagat raya ini, siapa yang menciptakan? Allah.
Siapa yang lebih tahu tentang aturan di bumi ini? Allah.
Bumi ini, buminya orang Indonesia atau buminya Allah? Buminya Allah.
Siapa yang lebih tahu tentang bumi Indonesia? Orang Indonesia itu sendiri atau Allah? Allah.

Ini adalah kaidah hukum yang sangat erat kaitannya dengan tauhidullah. Dia yang menciptakan, maka Dia pula yang berhak menentukan hukum. Begitu pula dalam urusan beragama.

Banyaknya kemusyrikan di tengah umat ini, kekufuran dan bid’ah ini disebabkan dengan penjelasan yang sangat jelas dalam surat at Taubah ayat 31. Mudah-mudahan ini menjadi solusi bagi kita semua

اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا إِلَهًا وَاحِدًا لا إِلَهَ إِلا هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ
“Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.”

Mereka menjadikan orang2 alimnya(kalau di Indonesia mungkin seperti kyai-kyai atau ustadz-ustadz mereka sebagai sebagai penentu hukum syariat, bukan perkataan Allah dan Rasulullah) dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah.

Kesyirikan disini adalah taat kepada hukum rahib dan agamawan yang bertentangan dengan hukum Allah. Al Masih putra Maryam juga mereka pertuhankan, padahal mereka cuma disuruh untuk menyembah Allah, Tuhan Yang Maha Esa.

Jadi kalau ingin konsisten dalam tauhid, ada lagi penguat sistem yang harus kita jadikan sebagai standar pegangan hukum, dalam surat Annisa 59

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. 

Jika kamu berbeda pendapat dalam urusan terutama dalam menentukan sebuah aturan hukum, maka kembalikan itu kepada Allah dan rasul-Nya, kalau kamu mengaku orang beriman kepada Allah dan hari akhir Bagi siapa saja yang ingin keluar dari syirik hukum. At-Taubah 31, jika ingin mantap dalam tauhid hukum.

Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan hukum siapakah yang lebih baik dari hukum Allah bagi orang-orang yang yakin?

Penegak hukum itu cuma ada dua, karena cuma ada dua hukum, yaitu hukum Allah dan hukum hawa nafsu. Penegak hukum juga ada dua yaitu penegak hukum Allah dan  penegak hukum hawa nafsu.

Akhirnya penegak hukum Allah lah yang menang, dan penegak hukum hawa nafsu bak menegakkan benang yang basah. Penegak hukum hawa nafsu memakai demo, kudeta, penjara, pembantaian, percayalah ia  menengakkan hukum bagaikan benang basah.

Wallahu a'lam bishshawab 
Saya tulis ulang dari rekaman ceramah Ustadz Bachtiar Nasir, mengenai "Syirik dalam Berhukum" Sesi 3 dari 3.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar